Sunday, July 14, 2013

on
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Al Quran surat 49. Al Hujuraat ayat 6 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ 

"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."


Tabayyun Sebelum Memutuskan
Pada ayat di atas kita jumpai kalimat  فَتَبَيَّنُوٓاْ  diterjemahkan dengan “periksalah dengan teliti”. Maksudnya telitilah berita itu dengan cermat, tidak tergesa-gesa menghukumi perkara dan tidak meremehkan urusan, sehingga benar-benar menghasilkan keputusan yang benar.

Berita yang perlu dikonfirmasi adalah berita pentingditunjukkan dengan digunakannya kata naba’ untuk menyebut berita, bukan kata khabar. M. Quraish Shihab dalam bukunya Secercah Cahaya Ilahi halaman 262 membedakan makna dua kata itu. Kata naba’ menunjukkan berita penting, sedangkan khabar menunjukkan berita secara umum. 


Al-Qur’an memberi petunjuk bahwa berita yang perlu diperhatikan dan diselidiki adalah berita yang sifatnya penting. Adapun isu-isu ringan, omong kosong, dan berita yang tidak bermanfaat tidak perlu diselidiki, bahkan tidak perlu didengarkan karena hanya akan menyita waktu dan energi.

Para ahli hadis memberti teladan dalam mentabayyun berita yang berasal dari orang yang berkarakter meragukan. Mereka telah mentradisikan tabayyun di dalam meriwayatkan hadis. Mereka menolak setiap hadis yang berasal dari pribadi yang tidak dikenal identitasnya atau pribadi yang diragukan integritasnya. 

Sebaliknya, mereka mengharuskan penerimaan berita itu jika berasal dari seorang yang berkepribadian kuat (tsiqah). Untuk itulah kadang-kadang mereka harus melakukan perjalanan berhari-hari untuk mengecek apakah sebuah hadis yang diterimanya itu benar-benar berasal dari sumber yang valid atau tidak.

Tetapi sayang, tradisi ini kurang diperhatikan oleh kaum muslimin saat ini. Pada umumnya orang begitu mudah percaya kepada berita di koran, majalah atau media massa. Mudah pula percaya kepada berita yang bersumber dari orang kafir, padahal kekufuran itu adalah puncak kefasikan. Sehingga dalam pandangan ahlul hadis, orang kafir sama sekali tidak bisa dipercaya periwayatannya.

Dalam era informasi saat ini, mudah sekali orang percaya dan menyebar-nyebarkan kabar berita yang tidak jelas asal dan sumbernya dari mana. Lebih parah lagi dengan adanya aplikasi gadget seperti BBM dsb-nya, sebagian orang acap kali mem-broadcast kabar berita yang isinya sampah, hoax dan menyesatkan. Terkadang isinya tidak saja kabar yang belum tentu kebenaranya, tapi juga hadist-hadist lemah (dha'if) dan palsu (maudhu’) banyak disebar dan malah edit, dibuat-buat untuk menakut-nakuti.

Dalam surat  24. An Nuur ayat 12 & 15 :
Ayat 12:
"Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang² mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata."
Jadi: Ketika menerima/mendengar berita bohong/hoax jangan diam saja.
Ayat 15:
"(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yg tidak kamu ketahui sedikit juga & kamu menganggapnya suatu yg ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar."
Janganlah:

Ketika menerima/mendengar berita bohong/hoax dan kamu menyebarkannya karena menganggap info tsb hal yg biasa/kecil, padahal itu fatal/berbahaya.
Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-Isra’ ayat 36 :
”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung-jawabannya”. 


Semoga bermanfaat
Wassalam

0 comments:

Post a Comment